Aksilingkungan.id – Indonesia dikenal dunia sebagai paru-paru tropis yang megah. Namun, di balik lebatnya pepohonan dan keindahan alamnya, ada cerita lain yang nggak kalah penting untuk disorot yaitu jumlah kerusakan hutan akibat tambang di Indonesia.
Yap, industri tambang memang bikin perekonomian bergerak, tapi sayangnya juga ikut memperparah krisis lingkungan.
Lebih dari 700 Ribu Hektar Hutan Hilang Sejak 2001
Kalau dihitung dari tahun 2001, hutan Indonesia sudah kehilangan lebih dari 700.000 hektar area hutan hanya karena aktivitas pertambangan.
Dan yang paling menyedihkan, sekitar 150.000 hektar di antaranya adalah hutan primer, jenis hutan yang belum pernah tersentuh manusia dan punya nilai ekologis tinggi.
Bayangin aja, hutan yang tadinya asri, tempat hidup ribuan spesies langka, kini berubah jadi kawasan tambang dengan alat berat mondar-mandir. Hutan yang butuh ratusan tahun untuk tumbuh bisa hilang hanya dalam hitungan bulan.
Hutan Primer Terus Jadi Korban
Data terbaru menunjukkan bahwa pada tahun 2023 saja, hampir 10.000 hektar hutan primer lenyap akibat aktivitas tambang.
Bukan cuma soal pohon-pohon besar yang ditebang, tapi juga tentang hilangnya ekosistem yang kompleks, mulai dari mikroorganisme tanah hingga hewan endemik yang nggak bisa hidup di tempat lain.
Hutan primer punya peran penting dalam menjaga keseimbangan alam. Sekali rusak, sangat sulit (kalau nggak mau dibilang mustahil) untuk mengembalikannya seperti semula.
Indonesia: Raja Deforestasi Tambang di Dunia
Menurut laporan yang dikutip dari Kompas.id, Indonesia menyumbang 58,2% dari total deforestasi akibat tambang di 26 negara yang diteliti. Artinya, kita jadi penyumbang terbesar kerusakan hutan tropis karena tambang di dunia.
Prestasi yang satu ini jelas bukan hal yang bisa dibanggakan. Di saat negara lain mulai berlomba-lomba menyelamatkan hutan, kita malah berada di posisi puncak dalam urusan merusaknya.
Tambang vs Alam
Kerusakan hutan akibat tambang nggak berhenti di angka hektaran yang hilang. Dampaknya jauh lebih luas. Saat hutan digunduli, keanekaragaman hayati ikut lenyap. Spesies tumbuhan dan hewan kehilangan habitatnya.
Belum lagi pencemaran air dan tanah, serta kontribusinya terhadap perubahan iklim karena pohon yang selama ini menyerap karbon dioksida telah tiada.
Kalau dihitung, tambang bukan hanya mengambil hasil bumi—tapi juga merusak keseimbangan ekosistem yang selama ini menopang kehidupan jutaan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Konflik dengan Masyarakat
Nggak sedikit juga kasus konflik antara masyarakat dan perusahaan tambang. Banyak warga yang tanahnya tiba-tiba masuk konsesi tambang, atau sumber air mereka tercemar karena limbah. Hal ini memicu protes, unjuk rasa, bahkan bentrokan di beberapa daerah.
Yang paling miris, masyarakat lokal yang selama ini menjaga hutan justru sering kali diabaikan suaranya. Mereka yang paling terdampak, tapi paling jarang diajak bicara saat izin tambang diterbitkan.
Sasaran Baru Pertambangan Nikel
Kini, pertambangan mulai menyasar pulau-pulau kecil, terutama untuk eksplorasi dan produksi nikel yang permintaannya melonjak seiring tren kendaraan listrik.
Menurut VOA Indonesia, pulau-pulau kecil di Indonesia menjadi target utama, padahal kondisi ekologinya jauh lebih rapuh dibanding pulau besar.
Begitu satu bagian pulau rusak, efeknya bisa menyebar ke seluruh ekosistem pulau. Hutan, laut, sumber air, semua bisa terkena imbasnya. Dan sayangnya, wilayah-wilayah ini sering kali tidak punya kapasitas untuk melawan atau menolak eksploitasi.
Akankah Kita Menunggu Hutan Benar-Benar Habis?
Kalau melihat data dan tren saat ini, pertanyaan besar muncul Apakah kita akan terus membiarkan tambang menggunduli hutan tanpa henti? Atau kita mulai memikirkan ulang cara kita mengelola sumber daya alam?
Tambang memang penting untuk ekonomi, apalagi jika dikelola dengan benar dan adil. Tapi hutan juga penting, bahkan sangat penting, untuk keberlangsungan hidup kita semua. Artinya, harus ada keseimbangan dan pengawasan ketat dalam penerbitan izin, pelaksanaan tambang, dan upaya rehabilitasi pasca-eksploitasi.
Fakta tentang jumlah kerusakan hutan akibat tambang di Indonesia memang bikin geleng-geleng kepala. Tapi ini juga jadi momen penting untuk berefleksi. Kita nggak bisa lagi menutup mata terhadap dampak ekologis dari industri tambang.
Sudah waktunya pemerintah, industri, dan masyarakat bergerak bersama untuk memastikan bahwa pembangunan ekonomi tidak berarti menghancurkan alam.
Karena pada akhirnya, kalau hutan rusak dan ekosistem kolaps, kerugian jangka panjangnya jauh lebih besar dari sekadar keuntungan sesaat.(***)