Aksilingkungan.id – Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan kekayaan hutan tropis terbesar di dunia. Tapi di sisi lain, negeri ini juga memiliki kekayaan tambang yang menggoda mata investor.
Nah, dua sektor ini yaitu hutan dan tambang yang sering kali saling berhadapan. Di tengah tuntutan ekonomi dan krisis iklim global, muncul pertanyaan besar, siapa yang lebih dominan di daratan Indonesia, tambang atau hutan?
Luas Hutan Indonesia Masih Mendominasi, Tapi…
Berdasarkan data terbaru dari Forest Insights Indonesia, luas hutan Indonesia pada tahun 2024 mencapai 95,5 juta hektare, atau sekitar 51,1% dari total luas daratan negara ini. Dari angka tersebut, sebagian besar—sekitar 87,8 juta hektare atau 91,9%—masih berada di dalam kawasan hutan resmi yang dilindungi atau dikelola pemerintah.
Sekilas, angka ini terlihat sangat melegakan. Lebih dari setengah wilayah darat Indonesia masih hijau dan rimbun oleh hutan tropis. Tapi jangan senang dulu, karena ada kabar kurang menyenangkan dari sisi lain…
Konsesi Tambang Mencaplok Kawasan Hutan
Di sisi pertambangan, Indonesia memang sedang menikmati euforia “demam nikel”, bahan utama untuk baterai kendaraan listrik. Menurut laporan dari Betahita.id, pada tahun 2022, luas konsesi tambang nikel di Indonesia mencapai 1.037.435,22 hektare. Yang mengejutkan, sekitar 765.237,07 hektare dari konsesi tersebut justru berada di dalam kawasan hutan.
Artinya, lebih dari 70% lahan yang diklaim untuk pertambangan nikel justru memakan wilayah hutan. Ini menjadi tanda tanya besar tentang komitmen perlindungan hutan kita, terutama di tengah kampanye global soal pelestarian lingkungan.
Aktivitas Tambang Tak Terbatas Kawasan Hutan
Selain data konsesi, aktivitas pertambangan yang benar-benar berjalan juga mencakup area yang lebih luas. Masih dari sumber yang sama, total kegiatan pertambangan di Indonesia—baik yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan—mencapai 854.684 hektare.
Jadi, meskipun luas konsesi terdaftar lebih dari 1 juta hektare, kegiatan nyata di lapangan sedikit lebih kecil. Namun tetap saja, angka ini menunjukkan bahwa tambang memiliki “jejak kaki” yang signifikan di berbagai wilayah Indonesia.
Deforestasi
Salah satu dampak nyata dari ekspansi tambang (dan juga perkebunan) adalah deforestasi. Data dari Kompas.id menyebutkan bahwa citra satelit pada tahun 2024 mengungkapkan adanya penebangan hutan seluas 700.000 hektare. Sebagian besar kehilangan ini disebabkan oleh pembukaan lahan untuk pertambangan dan perkebunan.
Jadi, walaupun kita masih punya hampir 100 juta hektare hutan, setiap tahun kita terus kehilangan ratusan ribu hektare akibat tekanan industri ekstraktif dan agribisnis. Ini seperti “menguras tabungan alam” secara perlahan tapi pasti.
Tambang vs Hutan
Kalau dilihat dari data, luasan tambang masih jauh lebih kecil dibandingkan luas hutan yang ada. Tapi dampaknya? Jangan salah, tambang bisa memberi efek besar secara ekologis meskipun luas lahannya tidak sebesar kawasan hutan.
Kerusakan tanah, pencemaran air, hilangnya keanekaragaman hayati, hingga konflik sosial dengan masyarakat adat adalah efek domino yang sering mengikuti kegiatan tambang.
Di sisi lain, hutan bukan hanya tempat tumbuhnya pohon, tapi juga penyangga kehidupan, pengatur iklim, penyimpan karbon, dan rumah bagi ribuan spesies langka. Jadi ketika kawasan hutan mulai terganggu oleh pertambangan, dampaknya tidak hanya terasa di dalam negeri, tapi juga ikut memperparah krisis iklim global.
Pertanyaannya sekarangm, akankah tambang terus merangsek masuk dan menggerus hutan yang tersisa? Jawabannya tergantung pada seberapa serius pemerintah dan masyarakat dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.
Perlu ada kebijakan tegas dan pengawasan ketat terhadap aktivitas tambang, khususnya yang menyasar kawasan hutan lindung. Tanpa itu, bukan tidak mungkin luas hutan yang kini masih mendominasi akan terus menyusut dari tahun ke tahun.
Indonesia berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ada dorongan ekonomi untuk menggenjot produksi tambang seperti nikel. Di sisi lain, ada kebutuhan mendesak untuk mempertahankan hutan demi masa depan bumi dan generasi mendatang. Dalam situasi ini, keseimbangan menjadi kata kunci. Hutan dan tambang mungkin bisa berdampingan, tapi tidak bisa dibiarkan tanpa aturan main yang adil dan berkelanjutan.
Jadi, ketika kita membicarakan luasan tambang vs hutan di Indonesia, ini bukan sekadar soal angka. Tapi juga tentang arah masa depan negeri ini. Apakah kita ingin membangun dengan cara yang cerdas, atau malah membakar rumah sendiri demi keuntungan sesaat.?(***)