Aksilingkungan.id – Indonesia, sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, dianugerahi kekayaan alam yang melimpah, termasuk cadangan energi fosil yang signifikan. Selama beberapa dekade, sumber daya ini telah menjadi tulang punggung perekonomian nasional, menggerakkan industri, transportasi, dan memenuhi kebutuhan energi masyarakat.
Namun, di tengah gempuran isu perubahan iklim global dan komitmen Indonesia terhadap target net-zero emission, pertanyaan krusial pun muncul: seberapa lama lagi cadangan energi fosil ini akan bertahan, dan bagaimana kita harus merencanakan masa depan energi yang berkelanjutan?
Memahami rincian cadangan yang ada dan urgensi transisi energi adalah kunci untuk memastikan ketahanan energi dan keberlanjutan lingkungan di masa depan.
<strong>Cadangan Energi Fosil dan Perkiraan Durasi Cadangan</strong>
Cadangan energi fosil di Indonesia secara garis besar terbagi menjadi tiga jenis utama: batu bara, minyak bumi, dan gas bumi. Cadangan Energi Fosil Indonesia Sumber daya batu bara diperkirakan mencapai 120,5 miliar ton, menjadikannya yang terbesar di antara cadangan fosil lainnya. Sementara itu, minyak bumi tercatat memiliki cadangan terbukti sekitar 3,69 miliar barel, dan gas alam terbukti sekitar 101,54 triliun kaki kubik.
Jika melihat pada tingkat produksi saat ini, durasi cadangan energi fosil ini bervariasi. Cadangan minyak diperkirakan hanya tersisa sekitar 12 tahun, sebuah angka yang mengkhawatirkan. Untuk gas alam, perkiraan ketahanannya mencapai 39 tahun, sedangkan batu bara memiliki proyeksi yang paling panjang, yakni sekitar 146 tahun. Data ini menunjukkan bahwa meskipun ada cadangan yang cukup besar, terutama batu bara, sumber daya minyak dan gas kita memiliki batas waktu yang jauh lebih singkat.
Di sisi lain, penting untuk dicatat bahwa potensi energi terbarukan Indonesia juga sangat besar dan beragam. Negara ini memiliki kapasitas signifikan untuk pembangkit listrik tenaga air sebesar 75.000 MW, serta tenaga air mikro dan mini hidro sebesar 1.013 MW. Energi surya/matahari sangat melimpah dengan potensi 4,80 kWh per meter persegi per hari.
Selain itu, terdapat potensi biomassa sebesar 32.654 MW, dan energi angin dengan kecepatan 3 hingga 6 meter per detik. Indonesia juga istimewa karena memiliki 40% cadangan panas bumi dunia, setara dengan 28.000 MW, menunjukkan potensi yang luar biasa untuk diversifikasi energi.
Meskipun cadangan energi fosil dan potensi terbarukan Indonesia cukup besar, tantangan sebenarnya terletak pada tingginya permintaan energi. Data Pertamina pada tahun 2015 menyoroti bahwa konsumsi minyak di Indonesia mencapai 1,6 juta barel per hari, sementara produksi domestik hanya 850.000 barel per hari. Ini berarti produksi dalam negeri hanya mampu menutupi sekitar 51% dari total permintaan, menjadikan Indonesia sangat bergantung pada impor.
Dengan asumsi pertumbuhan penduduk sebesar 0,8% per tahun dari 2017 hingga 2050, Indonesia’s Energy Outlook memprediksi bahwa konsumsi energi akan meningkat tajam sebesar 4,9% per tahun, atau setara dengan 36,43 juta ton, atau 144,78 Mtoe. Dari proyeksi ini, terlihat jelas bahwa sektor transportasi dan industri akan tetap menjadi dua sektor utama dengan konsumsi energi terbesar, menuntut solusi energi yang berkelanjutan untuk masa depan.
<strong>Urgensi Transisi Energi</strong>
Dengan gambaran cadangan energi fosil yang terbatas dan tekanan global untuk mengurangi emisi karbon, transisi energi bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan bagi Indonesia. Pemerintah telah berupaya untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan beralih ke energi terbarukan, namun tantangan yang dihadapi tidaklah kecil.
Saat ini, bauran energi Indonesia masih didominasi oleh bahan bakar fosil, dengan energi terbarukan hanya menyumbang sekitar 19%. Angka ini menunjukkan bahwa perjalanan menuju energi yang lebih hijau masih sangat panjang dan terjal. Meningkatkan kontribusi energi terbarukan menjadi fokus utama untuk mengurangi emisi karbon dan mencapai target net-zero emission, sebuah komitmen yang telah diikrarkan Indonesia di kancah internasional.
Transisi energi bukan hanya tentang mengganti satu sumber energi dengan yang lain. Trasnsisi tersebut merupakan transformasi menyeluruh yang melibatkan investasi besar dalam infrastruktur energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga surya, angin, air, dan panas bumi.
Diperlukan kerja sama lintas sektor yang kuat dari pemerintah, industri, akademisi, hingga masyarakat sipil, untuk mempercepat transisi ini. Insentif fiskal dan regulasi yang mendukung investasi energi terbarukan, pengembangan kapasitas sumber daya manusia di bidang energi hijau, serta riset dan pengembangan teknologi inovatif adalah beberapa langkah konkret yang harus terus didorong.
<strong>Momentum untuk Bertindak</strong>
Cadangan energi fosil Indonesia meskipun masih terlihat banyak memiliki batas waktu yang jelas. Proyeksi durasi cadangan terutama untuk minyak bumi yang hanya tersisa sekitar 12 tahun adalah pengingat yang kuat akan urgensi untuk bertindak sekarang.
Ketergantungan yang terus-menerus pada bahan bakar fosil tidak hanya mengancam ketahanan energi jangka panjang, tetapi juga memperburuk dampak perubahan iklim yang sudah nyata.
Masa depan energi Indonesia ada di tangan kita. Dengan memanfaatkan potensi energi terbarukan yang melimpah, mempercepat investasi di sektor ETB, dan mendorong kesadaran kolektif untuk konsumsi energi yang lebih bijak, kita dapat membangun fondasi yang kuat untuk ketahanan energi dan keberlanjutan lingkungan bagi generasi mendatang.
Transisi energi bukan hanya tentang keberlanjutan, tetapi juga tentang menciptakan peluang ekonomi baru, lapangan kerja hijau, dan lingkungan hidup yang lebih sehat untuk semua. Apakah kita siap menghadapi tantangan ini dan mengambil langkah berani menuju masa depan energi yang lebih ramah lingkungan?(***)
**Surhayati (2023), ‘Indonesia Country Report’, in Kimura, S., H. Phoumin, and A.J. Purwanto (eds.), Energy Outlook and Energy-Saving Potential in East Asia 2023. Jakarta: ERIA, pp.149-170