Aksilingkungan.id – Saat ini Indonesia tengah menghadapi masalah kerusakan lingkungan, seperti deforestasi, polusi, dan kerusakan ekosistem, yang mempengaruhi bencana alam dan kualitas hidup masyarakat. Untuk membenahi hal tersebut, maka diperlukan langkah strategis dalam hal kebijakan ekonomi hijau.
Konsep ekonomi hijau menjadi konsep yang semakin menarik perhatian para pihak, mulai dari para pengambil kebijakan, pelaku usaha, korporasi hingga aktivis lingkungan hidup di berbagai negara. Konsep ini mulai dikenal yang merupakan hasil dari Konferensi United Nation (UN) di Rio de Janeiro pada tahun 2012 (Rio+20), yang dilihat sebagai sebuah jalan keluar dan solusi konkret dalam mendorong pertumbuhan ekonomi global, investasi hijau dan konsepsi tujuan pembangunan berkelanjutan.
Banyak definisi yang menggambarkan apa itu ekonomi hijau, namun disini penulis mengambil definisi dari World Bank (2012) yang menjelaskan bahwa ekonomi hijau adalah “Pertumbuhan yang efisien dalam penggunaan sumber daya alam, bersih dalam artian meminimalkan polusi dan dampak lingkungan, dan tangguh dalam artian memperhitungkan bahaya alam dan peran manajemen lingkungan dan modal alam dalam mencegah bencana fisik”.
Selain itu UNCTAD (2011) juga memberikan pemahaman terkait ekonomi hijau, yang mana “Ekonomi hijau adalah komponen pendukung dari tujuan menyeluruh pembangunan berkelanjutan. Ekonomi hijau didefinisikan sebagai ekonomi yang menghasilkan peningkatan kesejahteraan manusia dan mengurangi ketidaksetaraan, tanpa membuat generasi mendatang terpapar pada risiko lingkungan yang signifikan dan kelangkaan ekologi”.
Penguatan Regulasi Dalam Mendukung Penerapan Ekonomi Hijau
Sejauh ini apabila kita lihat dari aspek regulasi, telah terdapat beberapa regulasi yang mendorong implementasi ekonomi hijau di Indonesia. Regulasi ini terdapat dalam berbagai level tingkatan, mulai dari ketentuan undang – undang, peraturan presiden, peraturan menteri, keputusan menteri, peraturan otoritas jasa keuangan dan lainnya.
Beberapa diantaranya adalah UU No. 16/2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nation Framework Convention on Climate Change, Perpres No.112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Tenaga Listrik, Permen ESDM No. 2/2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 60/2017 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan (Green Bond) dan lain sebagainya.
Pemerintah juga tengah menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET), dimana RUU ini diharapkan sebagai landasan hukum yang akan mendukung pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Selain itu RUU ini menjadi dasar bagi pencapaian target net zero emission pada tahun 2060 atau bahkan lebih awal, sesuai dengan komitmen pemerintah.
Walaupun sudah diatur dalam berbagai tingkat peraturan dan instansi, namun hingga saat ini masih belum menjawab berbagai tantangan tranformasi ekonomi hijau di Indonesia. Perwujudan ekonomi hijau haruslah selaras dengan kualitas lingkungan dan tingginya kesejahteraan sosial. Selain itu penguatan adaptasi teknologi dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia menjadi titik krusial yang perlu dibenahi, selanjutnya alokasi pendanaan ekonomi hijau atau aliran investasi yang masih menjadi persoalan membuat program pembangunan ekonomi hijau di indonesia semakin terhambat.
Hambatan di atas juga diakibatkan dari sisi regulasi yang masih belum memberikan kepastian hukum, lalu birokrasi atau kelembagaan yang masih tumpang tindih dan alokasi pendanaan yang belum menjadi prioritas dalam APBN, ditambah dengan sistem evaluasi finansial yang belum transparan.
Padahal apabila kita serius terkait pembangunan ekonomi hijau maka akan berdampak pada penciptaan lapangan kerja yang tersebar di berbagai sektor, seperti energi, ekosistem kendaraan listrik, kecerdasan buatan (artificial intelligence), Kota Pintar (Smart City), investasi berkelanjutan berbasis ESG dan lain sebagainya. Selain itu di sektor lingkungan juga sangat terdampak secara positif dalam hal perlindungan lingkungan dan ekosistem perhutanan.
Penerapan ekonomi hijau sendiri dapat dimulai dari kehidupan bermasyarakat, mulai dari desa hingga perkotaan. Ekonomi hijau dapat dilihat juga sebagai ekonomi bersih, implementasi ini dapat diwujudkan dengan mendorong desa – desa hingga perkotaan untuk mandiri energi, gerakan penggunaan solar panel, penggunaan air menjadi energi alternatif dan biaya murah hingga pengelolaan sampah yang baik.
Kebijakan ekonomi hijau ini juga meliputi pengelolaan hutan berkelanjutan, pajak karbon, peralihan ke energi terbarukan, dan pengembangan infrastruktur hijau. Tujuannya adalah mengurangi emisi, menciptakan lapangan kerja ramah lingkungan, dan melindungi ekosistem. Tentunya beragam transisi energi ini harus diimbangi dengan kehadiran teknologi yang tepat guna dan ramah lingkungan.
Teknologi ramah lingkungan saat ini masih cenderung mahal dan sulit ditemukan, sehingga masih sulit dilakukan percepatan transisi ekonomi bersih dan efisien. Hal ini harusnya menjadi perhatian pemerintah baik di pusat maupun daerah, terutama dalam hal penciptaan dan pengembangan teknologi hijau di dalam negeri, sehingga nantinya Indonesia tidak hanya menjadi tujuan pasar impor produk – produk teknologi ramah lingkungan.
Selain isu konsep ekonomi hijau hingga teknologi hijau yang ramah lingkungan, maka yang tidak kalah pentingnya ialah peningkatan kompetensi sumber daya manusia yang berdaya saing. Transformasi ekonomi hijau juga harus diimbangi dengan transformasi sumber daya manusia, sehingga kita bisa bersaing baik secara domestik maupun internasional. Baik teknologi maupun sumber daya manusia harus disiapkan kepakaran lintas disiplin, sehingga pencarian berbagai solusi dan kebutuhan bisa dilakukan dengan lebih cepat dan efektif.
Pembentukan maupun penguatan regulasi maupun kebijakan, baik yang ada di pemerintah pusat maupun daerah khususnya yang berkaitan dengan ekonomi hijau nantinya diharapkan tidak bersifat pasif dan terkesan reaksional dalam menaggapi situasi terkini mengenai seputar ekonomi hijau, tetapi harus bersifat maju, modern, inklusif, selaras dan bernuansa futuristik.
Tanggungjawab Bersama
Indonesia adalah negara dengan sumber daya alam yang melimpah, hutan hujan tropis yang luas, keanekaragaman hayati yang sangat beragam, ketersediaan sumber daya air dan mineral yang banyak. Oleh karena itu, sumber daya alam Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Indonesia.
Kita semua sadar bahwa ekonomi hijau memerlukan uluran tangan bersama, pemerintah membutuhkan dukungan investasi dari sektor swasta. Mulai dari produksi ekonomi, keadilan sosial, dukungan politik, apresiasi budaya hingga tata kelola menjadi pilar bekelanjutan yang menjadi tanggungjawab bersama.
Pemerintah diharapkan terus konsisten dalam mengembangkan kebijakan dan regulasi ekonomi hijau, mengatur kembali kelembagaan ekonomi hijau, mengatur sistem pendukung pembiayaan dan investasi, memperluas kerjasama bilateral dan multilateral khusus untuk percepatan transisi ekonomi hijau, transparan dan tentunya inklusif.
Penulis : Muh. Indra Kusumayudha, S.H., M.H
Editor : Irman Lukmana

Muh. Indra Kusumayudha, S.H., M.H merupakan Praktisi Hukum & Founder Center For Green Economy & ESG Studies – (CGES Studies)